Mamuju – RSUD Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) kembali melaksanakan kegiatan Diskusi Repleksi Kasus (DRK) yang dilaksankan oleh Perawatan Malaqbi 4, dengan topik khusus “Edukasi Perawatan Mandiri Pasien Pasca URS dengan Pemasangan Double J Stent”. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa 18 November 2025, di ruang Perawatan Malaqbi 4.

DRK ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan serta memperkuat Panca Daya ke-3: yaitu Membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul dan Berkarakter, sebagaimana diarahkan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar, Suhardi Duka dan Salim S. Mengga.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Sub Bidang Pengawasan dan Pengendalian Mutu Keperawatan, Unit Bedah, Unit Urologi, serta staf perawat Ruang Malaqbi 4 ini, menyoroti tantangan utama yang dihadapi yaitu belum optimalnya pemahaman dan kepatuhan pasien dalam melakukan perawatan mandiri di rumah.

DRK diawali dengan pemaparan materi yang mengungkap fakta di lapangan. Meski telah diberikan edukasi, banyak pasien yang pulang setelah menjalani prosedur Ureterorenoscopy (URS) dan pemasangan double J stent masih mengalami kebingungan dalam merawat diri mereka sendiri. Keluhan yang sering muncul antara lain pasien yang lupa atau tidak paham betul mengenai pentingnya minum air putih yang cukup, cara mengenali tanda-tanda infeksi, hingga tindakan yang harus dilakukan jika stent menimbulkan ketidaknyamanan.

Fasilitator dari Unit Urologi kemudian memberikan masukan berdasarkan teori dan pengalaman klinis. Ditekankan bahwa double J stent, meski sangat membantu dalam menjaga patensi saluran kemih, dapat menimbulkan efek samping seperti anyang-anyangan, kencing berdarah, atau nyeri pinggang. Tanpa pemahaman yang komprehensif, pasien seringkali panik dan melakukan kontrol ulang yang tidak tepat waktu, atau justru mengabaikan gejala yang berbahaya.

Sesi tanya jawab berlangsung aktif, dengan partisipan dari berbagai unit saling berbagi perspektif. Staf perawat Ruang Malaqbi 4 mengungkapkan kendala terbatasnya waktu dan tenaga untuk memberikan edukasi yang mendalam, terutama saat ruangan padat.

Sementara itu, perwakilan dari Pengendalian Mutu Keperawatan menekankan pentingnya metode edukasi yang tidak hanya informatif, tetapi juga mudah diingat dan diterapkan oleh pasien dengan latar belakang pendidikan dan budaya yang beragam.

Sebagai kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut (RTL) sebuah komitmen untuk perubahan. Setelah melalui diskusi yang mendalam, DRK menyimpulkan bahwa diperlukan pendekatan yang lebih terstruktur, sistematis, dan berbasis bukti dalam memberikan edukasi kepada pasien. Untuk mengatasi masalah ini, ditetapkan beberapa RTL sebagai berikut:

  1. Pelaksanaan Discharge Planning yang Komprehensif dan Terstruktur.
    Setiap pasien post URS dengan double J stent akan menjalani proses discharge planning yang dimulai lebih awal, bukan hanya pada hari kepulangan. Proses ini akan melibatkan perawat, dokter, dan keluarga pasien untuk memastikan semua informasi dan dukungan yang diperlukan telah diberikan.
  2. Pembuatan Materi Edukasi dalam Bentuk Leaflet yang Informatif dan Mudah Dipahami.
    Akan dikembangkan leaflet discharge planning khusus untuk pasien double J stent. Leaflet ini akan dirancang dengan bahasa yang sederhana, ilustrasi yang jelas, dan mencakup semua informasi kritis: pentingnya hidrasi, aktivitas yang diperbolehkan dan yang dihindari, tanda-tanda komplikasi yang harus diwaspadai, dan jadwal kontrol ulang.
  1. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Discharge Planning
    Untuk menjamin konsistensi dan kualitas edukasi, akan dibuat SOP baku untuk discharge planning pasien urologi, khususnya yang menjalani pemasangan double J stent. SOP ini akan menjadi panduan bagi seluruh staf dalam memberikan pelayanan edukasi.
  2. Adaptasi Model Health Action Process Approach (HAPA) dalam Edukasi.
    Sebagai langkah inovatif, edukasi akan mengintegrasikan model Health Action Process Approach (HAPA). Pendekatan ini tidak hanya fokus pada pemberian informasi (fase motivasi), tetapi juga membantu pasien dalam menyusun rencana aksi konkret (fase volisi). Perawat akan membantu pasien membuat “rencana aksi” seperti menjadwalkan waktu minum air, mengidentifikasi hambatan, dan menyiapkan strategi jika gejala tertentu muncul. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kepatuhan pasien dalam menjalani perawatan mandiri di rumah.

Kepala Sub Bidang PP Mutu Keperawatan, Firman mengatakan dengan ditetapkannya RTL ini, diharapkan terjadi peningkatan signifikan dalam kualitas edukasi dan perawatan mandiri pasien.

“Langkah ini sejalan dengan komitmen RSUD Sulbar untuk memberikan asuhan keperawatan yang paripurna, aman, dan berpusat pada pasien, demi kesembuhan dan kualitas hidup yang lebih baik,” ucap Firman.